DENPASAR--MI: Motif "tulang naga" pada gelang yang dikenakan Patih Gajah Mada, seperti terlihat pada berbagai gambar/lukisan tokoh kerajaan Majapahit itu, juga telah dihak-patenkan oleh pihak asing.
"Padahal motif 'tulang naga' itu sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Dapat dilihat pada lukisan Patih Gajahmada yang mengenakan gelang motif 'tulang naga'," kata Wakil Ketua Asosiasi Perak Bali, I Nyoman Mudita, di Denpasar, Minggu (14/9).
Dengan demikian semakin banyak motif tradisional Indonesia yang telah dicuri pihak asing.
Sebelumnya sekitar 100 perajin perak mendatangi DPRD Bali di Denpasar, menuntut pemerintah segera bertindak atas hilangnya hak cipta 800 motif perak tradisional Bali yang dipatenkan pihak asing.
Gajah Mada merupakan salah satu tokoh besar pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai kitab dari zaman Jawa Kuno, Gajah Mada membawa Kerajaan Majapahit ke puncak kejayaan.
Ia terkenal dengan Sumpah Palapa, yakni tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Motif "tulang naga", menurut Mudita, merupakan salah satu motif klasik Indonesia yang berasal dari Lumajang, Jawa Timur. Motif ini sudah menyebar luas di Indonesia, bahkan perajin perak di Celuk, Gianyar, telah membuat
motif tersebut sejak puluhan tahun lalu.
"Ini perlu segera dicarikan solusi guna melindungi para perajin. Kasihan para perajin apabila tidak lagi dapat berkarya dengan tenang," kata Mudita.
Selain motif "tulang naga", motif tradisional Bali yang juga dipatenkan pihak lain adalah "Jawan Keplak", yang berbentuk bundar dan teratur. Motif "Jawan Keplak" berasal dari leluhur masyarakat Bali, yang telah dipatenkan dengan nama berbeda yaitu motif "dot" yang diakui sebagai ciptaan pihak asing.
Padahal motif tersebut sudah biasa digunakan oleh para perajin perak di Celuk, Gianyar, sejak puluhan tahun lalu. Motif yang sama pun dapat dijumpai pada benda seni yang tersebar di seluruh Bali.
Motif "Jawan Keplak" juga banyak digunakan dalam seni ukir. Bahkan di "sanggah" atau tempat persembahyangan baik di lingkungan rumah maupun di pura, banyak memakai motif tersebut.
Inf: MediaIndonesia
Senin, 15 September 2008
Seni Batik Maos Hampir Dilupakan Masyarakat
CILACAP--MI: Keberadaan seni batik tulis maos, Kabupaten Cilacap, hampir dilupakan lantaran kegiatan membatik membutuhkan kesabaran dan ketelitian sehingga saat ini jarang sekali masyarakat sekitar yang mau menekuninya.
"Dulu di sini ada sekitar 200 pembatik rumahan, tetapi sekarang hanya ada sekitar 40 orang," kata pembatik tulis maos, Saodah (50), di Cilacap, Minggu(14/9).
Menurut dia, seni batik tulis maos saat ini hanya ditekuni para wanita paruh baya di Desa Maos Lor dan Maos Kidul, Kecamatan Maos, Cilacap, lantaran generasi muda enggan menekuninya.
Ia mengatakan, hal tersebut disebabkan hasil yang diperoleh dari membatik secara ekonomis tidak menguntungkan sehingga generasi muda saat ini cenderung meninggalkan pekerjaan ini.
"Pekerjaan membatik, khususnya batik tulis membutuhkan ketelitian, kesabaran, dan jiwa seni karena memiliki tingkat kerumitan dan keindahan seni yang tinggi," katanya.
Menurut dia, untuk menghasilkan kain batik dengan motif rumit dan nilai seni tinggi pada selembar kain berukuran 2x1,1 meter membutuhkan waktu sekitar sebulan.
"Konon, seni batik dibawa kaum bangsawan yang datang ke Maos sekitar abad ke-18. Sejak saat itu, seni batik tulis yang dibawa ke sini mulai diperkenal dan hingga saat ini dikenal dengan batik tulis Maos," katanya.
Menurut dia, batik tulis yang dikembangkan di Maos dan sejumlah daerah seperti Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan Lasem memiliki ciri khas, filosofi, dan makna tersendiri.
Ia mengatakan, kekhasan batik tulis Maos yakni bermotif klasik dengan warna alami coklat, hitam, dan putih. (Ant/OL-02)
Inf:MediaIndonesia
"Dulu di sini ada sekitar 200 pembatik rumahan, tetapi sekarang hanya ada sekitar 40 orang," kata pembatik tulis maos, Saodah (50), di Cilacap, Minggu(14/9).
Menurut dia, seni batik tulis maos saat ini hanya ditekuni para wanita paruh baya di Desa Maos Lor dan Maos Kidul, Kecamatan Maos, Cilacap, lantaran generasi muda enggan menekuninya.
Ia mengatakan, hal tersebut disebabkan hasil yang diperoleh dari membatik secara ekonomis tidak menguntungkan sehingga generasi muda saat ini cenderung meninggalkan pekerjaan ini.
"Pekerjaan membatik, khususnya batik tulis membutuhkan ketelitian, kesabaran, dan jiwa seni karena memiliki tingkat kerumitan dan keindahan seni yang tinggi," katanya.
Menurut dia, untuk menghasilkan kain batik dengan motif rumit dan nilai seni tinggi pada selembar kain berukuran 2x1,1 meter membutuhkan waktu sekitar sebulan.
"Konon, seni batik dibawa kaum bangsawan yang datang ke Maos sekitar abad ke-18. Sejak saat itu, seni batik tulis yang dibawa ke sini mulai diperkenal dan hingga saat ini dikenal dengan batik tulis Maos," katanya.
Menurut dia, batik tulis yang dikembangkan di Maos dan sejumlah daerah seperti Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan Lasem memiliki ciri khas, filosofi, dan makna tersendiri.
Ia mengatakan, kekhasan batik tulis Maos yakni bermotif klasik dengan warna alami coklat, hitam, dan putih. (Ant/OL-02)
Inf:MediaIndonesia
Kamis, 11 September 2008
KERAMIK
Produk keramik merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional yang mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Pada awalnya jenis kerajinan tradisional ini diproduksi secara sederhana untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti: anglo, kendi, kuali, belanga, dan sebagainya. Pada perkembangan selanjutnya produk keramik Jawa Tengah tumbuh menjadi produk fungsional, khususnya sejak unsur seni menjadi bagian dari proses produksinya, sehingga muncul produk seperti souvenir, hiasan, dan benda-benda koleksi lainnya yang menjadi unsur pendukung dekorasi baik rumah tinggal, kantor maupun gedung.
Proses pembuatan keramik dapat dilakukan secara manual, sistem pengecoran maupun gabungan antara keduanya. Setelah dibentuk dan diproses cetak, keramik mentah kemudian dihiasi dengan aneka warna yang dikehendaki dan dilanjutkan dengan proses pengglasiran sesuai bentuk yang diinginkan. Tiap sentra produksi menghasilkan produk keranik dengan ciri khas tersendiri, baik yang bermotif tradisional atau antik maupun yang bermotif kontemporer. Sehingga produk keramik Jawa Tengah dikenal sangat beragam baik ukuran maupun jenisnya seperti guci, vas bunga, mangkok dan piring hias, aneka patung, meja kursi, asbak, tempat sayur dan sebagainya.
Sentra produk keramik Jawa Tengah tersebar di Kota Semarang, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Jepara. Melihat potensi bahan baku yang melimpah di Jawa Tengah maka industri kerajinan keramik masih terbuka luas untuk dikerjasamakan baik dengan investor dalam negeri maupun luar negeri. Disamping bahan baku yang melimpah, tenaga kerja atau pengrajin keramik Jawa Tengah tersedia baik di kota-kota besar maupun di pedesaan.
Pemasaran produk-produk keramik Jawa Tengah selain dikirimkan ke berbagai kota besar di Indonesia juga sudah mulai merambah ke berbagai pasar di luar negeri. Perluasan pasar ke luar negeri masih sangat potensial untuk dikembangkan karena selain dikenal murah, produk keamik Jawa Tengah amat bervariasi dan motifnya dapat dipesan sesuai dengan permintaan pasar atau pembeli di negara tujuan.
Beijing Olympic key chain souvenir cruel to fish?
Amelia of ChinaTravel.net draws our attention to this Beijing Olympic keychain souvenir with a live fish in it:
I found this picture up at the Beijing Olympics Fan blog and was shocked out of my wits!!! Who would ever buy this??? In 4 hours the fish would be dead, how do you explain that to your 6 year old daughter? I saw some guys selling these on the subway recently, they were claiming that the water was treated with food and chemicals that would allow the fish to live for months. BULLCRAP!
Obviously, the guys from the RSPCA are not amused and told the Telegraph:
“The fish would have little oxygen available and it would be impossible to feed the fish.
“The fish would survive just a few hours, and would be lucky to make it from the manufacturers to the point of sale.
“This product shows a shocking lack of respect for a living thing and should be withdrawn from sale.
“We are shocked and appalled. It is a gimmick and shows no respect for the animals at all.
“We can’t understand why anyone would want to buy such a thing.”
The first question that comes to mind now is: Is this really an official Beijing Olympics merchandise item?
Selasa, 09 September 2008
Konsumen Luar Negeri Berminat Beli Anyaman Bali
Denpasar- Aneka hasil kerajinan anyaman Bali melaju terus memasuki pasar ekspor sehingga perolehan devisanya mampu merangkak hingga 41 persen menjadi seharga US$ 1,2 juta selama Januari-Juni 2005.
“Meningkat perolehan devisa itu karena konsumen mancanegara kepingin bisa memiliki tas, gandek, bakul dan berbagai jenis anyaman lainnya dari Bali,” kata pengusaha kerajinan kecil Ni Nyoman Sriwahyuni di Denpasar Jumat (19/8).
Pengusaha kerajinan kecil setiap bulan rata-rata mengirim seribu buah ke mitra bisnis di AS, dan tiga bulan terakhir ini lebih banyak lagi. Jenis barang yang dikapalkan itu berupa anyaman daun lontar dan aneka anyaman lainnya.
Usaha kerajinan anyaman daun lontar yang berpusat di Desa Bona Gianyar, gencar mengapalkan selain anyaman kotak souvenir juga tas, gandek, bakul dalam ukuran kecil, menengah sesuai pesanan yang diberikan dari rekannya di luar negeri.
Perajin dan eksportir Bali lainnya juga semakin mantap berproduksi aneka anyaman dari daun lontar untuk memenuhi permintaan dari Amerika Serikat (AS), Eropa dan Australia, sebagai sarana pengirim bingkisan alias tempat souvenir.
Ratusan tenaga kerja tertampung dari aktivitas memproduksi anyaman yang memasuki pasar ekspor itu di Bali, dengan harapan mampu memenuhi semua permintaan konsumen mancanegara. “Kami sudah mengirim seluruh pesanannya,” kata dia.
Wahyuni tidak bersedia menyebutkan berapa banyak nilai ekspor anyaman yang dilakukan selama ini, tetapi jumlahnya agak meningkat selama 2005. Penambahan volume perdagangan itu sesuai bertambah banyaknya pesanan yang diterima.
Penganyam yang sebagian besar tenaga kerja wanita, ada yang menggarap di bengkel kerjanya dan ada juga digarap secara borongan di rumahnya masing-masing sehingga dengan cara itu hampir semua pesanan luar negeri bisa terpenuhi.
Anyaman dari daun lontar, bambu dan ate laku keras ke pasaran mancanegara seperti perabotan rumah tangga, topi, tempat koran atau majalah dengan motif disesuaikan dengan selera pemesan serta diberikan warna yang umumnya cerah.
Perajin Bali juga mengembangkan matadagangan jenis baru berupa hiasan ruangan dari lidi yang diwarnai dan ditempelkan anyaman daun lontar dengan aneka warna ditambah manik-manik, banyak dikapalkan ke AS.
Laporan dari Dinas perindustrian dan perdagangan Bali menyebutkan, nilai ekspor anyaman itu juga memperbesar perolehan dari aneka kerajinan yang mengalami kenaikan dari bernilai US$ 89 juta Januari-Juni 2004 menjadi US$ 118 juta periode sama 2005. (ant/yat)
“Meningkat perolehan devisa itu karena konsumen mancanegara kepingin bisa memiliki tas, gandek, bakul dan berbagai jenis anyaman lainnya dari Bali,” kata pengusaha kerajinan kecil Ni Nyoman Sriwahyuni di Denpasar Jumat (19/8).
Pengusaha kerajinan kecil setiap bulan rata-rata mengirim seribu buah ke mitra bisnis di AS, dan tiga bulan terakhir ini lebih banyak lagi. Jenis barang yang dikapalkan itu berupa anyaman daun lontar dan aneka anyaman lainnya.
Usaha kerajinan anyaman daun lontar yang berpusat di Desa Bona Gianyar, gencar mengapalkan selain anyaman kotak souvenir juga tas, gandek, bakul dalam ukuran kecil, menengah sesuai pesanan yang diberikan dari rekannya di luar negeri.
Perajin dan eksportir Bali lainnya juga semakin mantap berproduksi aneka anyaman dari daun lontar untuk memenuhi permintaan dari Amerika Serikat (AS), Eropa dan Australia, sebagai sarana pengirim bingkisan alias tempat souvenir.
Ratusan tenaga kerja tertampung dari aktivitas memproduksi anyaman yang memasuki pasar ekspor itu di Bali, dengan harapan mampu memenuhi semua permintaan konsumen mancanegara. “Kami sudah mengirim seluruh pesanannya,” kata dia.
Wahyuni tidak bersedia menyebutkan berapa banyak nilai ekspor anyaman yang dilakukan selama ini, tetapi jumlahnya agak meningkat selama 2005. Penambahan volume perdagangan itu sesuai bertambah banyaknya pesanan yang diterima.
Penganyam yang sebagian besar tenaga kerja wanita, ada yang menggarap di bengkel kerjanya dan ada juga digarap secara borongan di rumahnya masing-masing sehingga dengan cara itu hampir semua pesanan luar negeri bisa terpenuhi.
Anyaman dari daun lontar, bambu dan ate laku keras ke pasaran mancanegara seperti perabotan rumah tangga, topi, tempat koran atau majalah dengan motif disesuaikan dengan selera pemesan serta diberikan warna yang umumnya cerah.
Perajin Bali juga mengembangkan matadagangan jenis baru berupa hiasan ruangan dari lidi yang diwarnai dan ditempelkan anyaman daun lontar dengan aneka warna ditambah manik-manik, banyak dikapalkan ke AS.
Laporan dari Dinas perindustrian dan perdagangan Bali menyebutkan, nilai ekspor anyaman itu juga memperbesar perolehan dari aneka kerajinan yang mengalami kenaikan dari bernilai US$ 89 juta Januari-Juni 2004 menjadi US$ 118 juta periode sama 2005. (ant/yat)
Langganan:
Postingan (Atom)